Posted on: Kamis, 20 Desember 2012

Tanaman Endemik Provinsi Sulawesi Selatan


Lontar (Borassus flabellifer)


Siwalan (juga dikenal dengan nama pohon lontar atau tal) adalah sejenis palma yang tumbuh di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di banyak daerah, pohon ini juga dikenal dengan nama-nama yang mirip seperti lonta (Minahasa), ental (Bali), jun tal (Sumbawa), tala (Sulsel), lontara (Toraja), lontoir (Ambon). Juga manggita, manggitu (Sumba) dan tua (Timor).

Pohon palma yang kokoh kuat, berbatang tunggal dengan tinggi 15-30 m dan diameter batang sekitar 60 cm. Sendiri atau kebanyakan berkelompok, berdekat-dekatan.

Daun-daun besar, terkumpul di ujung batang membentuk tajuk yang membulat. Helaian daun serupa kipas bundar, berdiameter hingga 1,5 m, bercangap sampai berbagi menjari; dengan taju anak daun selebar 5-7 cm, sisi bawahnya keputihan oleh karena lapisan lilin. Tangkai daun mencapai panjang 1 m, dengan pelepah yang lebar dan hitam di bagian atasnya; sisi tangkai dengan deretan duri yang berujung dua.

Karangan bunga dalam tongkol, 20-30 cm dengan tangkai sekitar 50 cm. Buah-buah bergerombol dalam tandan, hingga sekitar 20 butir, bulat peluru berdiameter 7-20 cm, hitam kecoklatan kulitnya dan kuning daging buahnya bila tua. Berbiji tiga butir dengan tempurung yang tebal dan keras.

Daunnya digunakan sebagai bahan kerajinan dan media penulisan naskah lontar. Barang-barang kerajinan yang dibuat dari daun lontar antara lain adalah kipas, tikar, topi, aneka keranjang, tenunan untuk pakaian dan sasando, alat musik tradisional di Timor.

Sejenis serat yang baik juga dapat dihasilkan dengan mengolah tangkai dan pelepah daun. Serat ini pada masa silam cukup banyak digunakan di Sulawesi Selatan untuk menganyam tali atau membuat songkok, semacam tutup kepala setempat.

Kayu dari batang lontar bagian luar bermutu baik, berat, keras dan berwarna kehitaman. Kayu ini kerap digunakan orang sebagai bahan bangunan atau untuk membuat perkakas dan barang kerajinan.

Dari karangan bunganya (terutama tongkol bunga betina) disadap orang nira lontar. Nira ini dapat dimasak menjadi gula atau difermentasi menjadi legen atau tuak, semacam minuman beralkohol buatan rakyat.

Buahnya juga dikonsumsi, terutama yang muda. Biji yang masih muda itu masih lunak, demikian pula batoknya, bening lunak dan berair (sebenarnya adalah endosperma cair) di tengahnya. Rasanya mirip kolang-kaling, namun lebih enak. Biji yang lunak ini kerap diperdagangkan di tepi jalan sebagai “buah siwalan” (nungu, bahasa Tamil). Adapula biji siwalan ini dipotong kotak-kotak kecil untuk bahan campuran minuman es dawet siwalan yang biasa didapati dijual didaerah pesisir Jawa Timur, Paciran, Lamongan. Rasa minuman es dawet siwalan ini terasa lezat karena gulanya berasal dari sari nira asli.

Daging buah yang tua, yang kekuningan dan berserat, dapat dimakan segar ataupun dimasak terlebih dahulu. Cairan kekuningan darinya diambil pula untuk dijadikan campuran penganan atau kue-kue; atau untuk dibuat menjadi selai.

Pohon ini terutama tumbuh di daerah-daerah kering. Di Indonesia, siwalan terutama tumbuh di bagian timur pulau Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Siwalan dapat hidup hingga umur 100 tahun atau lebih, dan mulai berbuah pada usia sekitar 20 tahun.





wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Sulawesi Selatan

Tanaman Endemik Provinsi Sulawesi Barat


Cempaka hutan kasar (Elmerrillia ovalis)


Pohon berkayu yang tingginya mencapai 45 m, dengan diameter hingga 200 cm, cabang-cabangnya serta tangkai daun dan stipulanya gundul atau ditutupi bulu halus kekuningan yang kemudian menjadi gundul setelah itu. Daunnya lonjong, dengan bulu halus di permukaan bawahnya atau gundul. 

Tersebar di Sulawesi dan Maluku. Pohon ini banyak tumbuh di hutan hujan tropika di dataran rendah hingga pegunungan pada ketinggian 1000 m dpl.

Cempaka hutan ini umumnya dibudidayakan dengan bijinya, namun bijinya mudah hilang daya kecambahnya bila biji menjadi kering. Di Toraja digunakan untuk ukiran pada rumah tradisional dan lumbung padinya. Kayunya sangat awet dan banyak digunakan juga untuk membuat kandang kuda.





wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Sulawesi Barat

Tanaman Endemik Provinsi Sulawesi Tenggara


Anggrek serat (Dendrobium utile)


Merupakan anggrek epifit. Umbi semunya tumbuh merumpun dengan rimpang berruas pendek sehingga membentuk roset seperti paku sarang burung (kadaka) dan menarik untuk dipelihara dalam pot sebagai tanaman hias. Umbi semu yang langsing dan memanjang agak pipih serta mengeras dan menyempit keujungnya, berwarna hijau kekuning-kuningan. Daun di ujungnya daun tunggal yang berbentuk lanset. Bunga keluar dari lipatan pangkal daun, berkelopak dan daun mahkota yang sempit memanjang berwarna kekuningan. 

Penyebarannya luas di pedalaman Sulawesi sampai ke Papua Nugini.

Perbanyakan dengan cara membelah-belah rumpun tumbuhannya secara vegetatif. Perkembangbiakan dengan bijinya juga dimungkinkan dengan memanfaatkan teknologi yang sesuai dalam botol-botol beragar.

Anggrek Serat dicari untuk dimanfaatkan sebagai bahan dasar anyaman tradisional yang khas, dibentuk untuk kotak perhiasan, tas tangan, pada gelar atau tikar umumnya untuk hiasan di bagian tepi. Karena bahan bakunya akhir-akhir ini makin sukar diperoleh di lapangan, maka hasil kerajinan dari bahan Anggrek Serat tersebut menjadi mahal. Cara pengolahannya ialah, umbi semunya dikumpulkan untuk dibelah-belah memanjang dan dipipihkan. Pita-pita yang diperoleh sewaktu masih basah dililitkan pada sebatang balok bulat, sesudah kering akan terbentuk bahan anyaman yang halus, mengkilap dan kuning keemasan serta dapat diwarnai.





wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Sulawesi Tenggara