Posted on: Kamis, 20 Desember 2012

Tanaman Endemik Provinsi Sulawesi Selatan


Lontar (Borassus flabellifer)


Siwalan (juga dikenal dengan nama pohon lontar atau tal) adalah sejenis palma yang tumbuh di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di banyak daerah, pohon ini juga dikenal dengan nama-nama yang mirip seperti lonta (Minahasa), ental (Bali), jun tal (Sumbawa), tala (Sulsel), lontara (Toraja), lontoir (Ambon). Juga manggita, manggitu (Sumba) dan tua (Timor).

Pohon palma yang kokoh kuat, berbatang tunggal dengan tinggi 15-30 m dan diameter batang sekitar 60 cm. Sendiri atau kebanyakan berkelompok, berdekat-dekatan.

Daun-daun besar, terkumpul di ujung batang membentuk tajuk yang membulat. Helaian daun serupa kipas bundar, berdiameter hingga 1,5 m, bercangap sampai berbagi menjari; dengan taju anak daun selebar 5-7 cm, sisi bawahnya keputihan oleh karena lapisan lilin. Tangkai daun mencapai panjang 1 m, dengan pelepah yang lebar dan hitam di bagian atasnya; sisi tangkai dengan deretan duri yang berujung dua.

Karangan bunga dalam tongkol, 20-30 cm dengan tangkai sekitar 50 cm. Buah-buah bergerombol dalam tandan, hingga sekitar 20 butir, bulat peluru berdiameter 7-20 cm, hitam kecoklatan kulitnya dan kuning daging buahnya bila tua. Berbiji tiga butir dengan tempurung yang tebal dan keras.

Daunnya digunakan sebagai bahan kerajinan dan media penulisan naskah lontar. Barang-barang kerajinan yang dibuat dari daun lontar antara lain adalah kipas, tikar, topi, aneka keranjang, tenunan untuk pakaian dan sasando, alat musik tradisional di Timor.

Sejenis serat yang baik juga dapat dihasilkan dengan mengolah tangkai dan pelepah daun. Serat ini pada masa silam cukup banyak digunakan di Sulawesi Selatan untuk menganyam tali atau membuat songkok, semacam tutup kepala setempat.

Kayu dari batang lontar bagian luar bermutu baik, berat, keras dan berwarna kehitaman. Kayu ini kerap digunakan orang sebagai bahan bangunan atau untuk membuat perkakas dan barang kerajinan.

Dari karangan bunganya (terutama tongkol bunga betina) disadap orang nira lontar. Nira ini dapat dimasak menjadi gula atau difermentasi menjadi legen atau tuak, semacam minuman beralkohol buatan rakyat.

Buahnya juga dikonsumsi, terutama yang muda. Biji yang masih muda itu masih lunak, demikian pula batoknya, bening lunak dan berair (sebenarnya adalah endosperma cair) di tengahnya. Rasanya mirip kolang-kaling, namun lebih enak. Biji yang lunak ini kerap diperdagangkan di tepi jalan sebagai “buah siwalan” (nungu, bahasa Tamil). Adapula biji siwalan ini dipotong kotak-kotak kecil untuk bahan campuran minuman es dawet siwalan yang biasa didapati dijual didaerah pesisir Jawa Timur, Paciran, Lamongan. Rasa minuman es dawet siwalan ini terasa lezat karena gulanya berasal dari sari nira asli.

Daging buah yang tua, yang kekuningan dan berserat, dapat dimakan segar ataupun dimasak terlebih dahulu. Cairan kekuningan darinya diambil pula untuk dijadikan campuran penganan atau kue-kue; atau untuk dibuat menjadi selai.

Pohon ini terutama tumbuh di daerah-daerah kering. Di Indonesia, siwalan terutama tumbuh di bagian timur pulau Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Siwalan dapat hidup hingga umur 100 tahun atau lebih, dan mulai berbuah pada usia sekitar 20 tahun.





wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Sulawesi Selatan

Tanaman Endemik Provinsi Sulawesi Barat


Cempaka hutan kasar (Elmerrillia ovalis)


Pohon berkayu yang tingginya mencapai 45 m, dengan diameter hingga 200 cm, cabang-cabangnya serta tangkai daun dan stipulanya gundul atau ditutupi bulu halus kekuningan yang kemudian menjadi gundul setelah itu. Daunnya lonjong, dengan bulu halus di permukaan bawahnya atau gundul. 

Tersebar di Sulawesi dan Maluku. Pohon ini banyak tumbuh di hutan hujan tropika di dataran rendah hingga pegunungan pada ketinggian 1000 m dpl.

Cempaka hutan ini umumnya dibudidayakan dengan bijinya, namun bijinya mudah hilang daya kecambahnya bila biji menjadi kering. Di Toraja digunakan untuk ukiran pada rumah tradisional dan lumbung padinya. Kayunya sangat awet dan banyak digunakan juga untuk membuat kandang kuda.





wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Sulawesi Barat

Tanaman Endemik Provinsi Sulawesi Tenggara


Anggrek serat (Dendrobium utile)


Merupakan anggrek epifit. Umbi semunya tumbuh merumpun dengan rimpang berruas pendek sehingga membentuk roset seperti paku sarang burung (kadaka) dan menarik untuk dipelihara dalam pot sebagai tanaman hias. Umbi semu yang langsing dan memanjang agak pipih serta mengeras dan menyempit keujungnya, berwarna hijau kekuning-kuningan. Daun di ujungnya daun tunggal yang berbentuk lanset. Bunga keluar dari lipatan pangkal daun, berkelopak dan daun mahkota yang sempit memanjang berwarna kekuningan. 

Penyebarannya luas di pedalaman Sulawesi sampai ke Papua Nugini.

Perbanyakan dengan cara membelah-belah rumpun tumbuhannya secara vegetatif. Perkembangbiakan dengan bijinya juga dimungkinkan dengan memanfaatkan teknologi yang sesuai dalam botol-botol beragar.

Anggrek Serat dicari untuk dimanfaatkan sebagai bahan dasar anyaman tradisional yang khas, dibentuk untuk kotak perhiasan, tas tangan, pada gelar atau tikar umumnya untuk hiasan di bagian tepi. Karena bahan bakunya akhir-akhir ini makin sukar diperoleh di lapangan, maka hasil kerajinan dari bahan Anggrek Serat tersebut menjadi mahal. Cara pengolahannya ialah, umbi semunya dikumpulkan untuk dibelah-belah memanjang dan dipipihkan. Pita-pita yang diperoleh sewaktu masih basah dililitkan pada sebatang balok bulat, sesudah kering akan terbentuk bahan anyaman yang halus, mengkilap dan kuning keemasan serta dapat diwarnai.





wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Sulawesi Tenggara

Tanaman Endemik Provinsi Sulawesi Tengah


Eboni (Diospyros celebica)


Kayu-hitam Sulawesi adalah sejenis pohon penghasil kayu mahal dari suku eboni-ebonian (Ebenaceae). Nama ilmiahnya adalah Diospyros celebica, yakni diturunkan dari kata "celebes" (Sulawesi), dan merupakan tumbuhan endemik daerah itu.

Pohon, batang lurus dan tegak dengan tinggi sampai dengan 40 m. Diameter batang bagian bawah dapat mencapai 1 m, sering dengan banir (akar papan) besar. Kulit batangnya beralur, mengelupas kecil-kecil dan berwarna coklat hitam. Pepagannya berwarna coklat muda dan di bagian dalamnya berwarna putih kekuning-kuningan.

Daun tunggal, tersusun berseling, berbentuk jorong memanjang, dengan ujung meruncing, permukaan atasnya mengkilap, seperti kulit dan berwarna hijau tua, permukaan bawahnya berbulu dan berwarna hijau abu-abu.

Bunganya mengelompok pada ketiak daun, berwarna putih. Buahnya bulat telur, berbulu dan berwarna merah kuning sampai coklat bila tua. Daging buahnya yang berwarna keputihan kerap dimakan monyet, bajing atau kelelawar; yang dengan demikian bertindak sebagai agen pemencar biji. Bijinya berbentuk seperti baji yang memanjang, coklat kehitaman.

Pohon ini menghasilkan kayu yang berkualitas sangat baik. Warna kayu coklat gelap, kehitaman, atau hitam berbelang-belang kemerahan. Dalam perdagangan internasional kayu hitam sulawesi ini dikenal sebagai Macassar ebony, Coromandel ebony, streaked ebony atau juga black ebony. Nama-nama lainnya di Indonesia di antaranya kayu itam, toetandu, sora, kayu lotong, dan kayu maitong. Kayu hitam berat dengan berat jenis melebihi air, sehingga tidak dapat mengapung.

Kayu hitam sulawesi terutama digunakan untuk mebel mahal, ukir-ukiran dan patung, alat musik (misalnya gitar dan piano), tongkat, dan kotak perhiasan.

Jenis ini hanya terdapat di Pulau Sulawesi, di hutan primer pada tanah liat, pasir atau tanah berbatu-batu yang mempunyai drainase baik, dengan ketinggian mencapai 600 m dpl. Secara alami, kayu hitam sulawesi ditemukan baik di hutan hujan tropika maupun di hutan peluruh.

Kayu ini telah diekspor ke luar negeri semenjak abad ke-18. Pasar utamanya adalah Jepang. Pasar sekunder adalah Eropa dan Amerika Serikat.

Karena perkembangan populasi yang lambat dan karena tingginya tingkat eksploitasi di alam, kini kayu hitam sulawesi telah terancam kepunahan. Ekspor kayu ini mencapai puncaknya pada tahun 1973 dengan jumlah sekitar 26,000 m3, dan kemudian pada tahun-tahun berikutnya terus menurun karena kekurangan stok di alam.

Untuk melindunginya, kini IUCN menetapkan statusnya sebagai rentan (vulnerable ) dan CITES memasukkannya ke dalam Apendiks 2.





wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Sulawesi Tengah

Tanaman Endemik Provinsi Gorontalo


Gofasa, gupasa (Vitex cofassus)


Pohon gufasa atau biti berukuran sedang hingga besar dan dapat mencapai tinggi hingga 40 meter. Batangnya biasanya tanpa banir dan diameternya dapat mencapai 130 cm, beralur dalam dan jelas, kayunya padat dan berwarna kepucatan. Kayunya tergolong sedang hingga berat, kuat, tahan lama dan tidak mengandung silika. Kayu basah beraroma seperti kulit.

Daun bersilangan dengan atau tanpa bulu halus pada sisi bawahnya. Susunan bunga terminal, merupakan bunga berkelamin ganda, dimana helai kelopaknya bersatu pada bagian dasar membentuk mangkuk kecil, sedang helai mahkotanya bersatu pada bagian dasar yang bercuping 5 tidak teratur. Mahkota putih keunguan, terdapat tangkai dan kepala sari di dalam rongga mahkota, bakal buah di atas dasar bunga (superior). Buah berdaging, bulat hingga lonjong, dengan diameter 5-12 mm yang saat masak berwarna ungu tua. Terdapat 1 – 4 biji dalam setiap buahnya.

Pohon gufasa atau kayu biti (Vitex cofassus) yang merupakan flora identitas provinsi Gorontalo, tumbuh tersebar secara alami di Sulawesi, Maluku, Papua Nugini, Kepulauan Bismarck, dan Pulau Solomon.

Habitat pohon gupasa ini adalah hutan di dataran rendah sampai ketinggian 2000 m dpl. Gufasa (Vitex cofassus) tumbuh baik pada tanah berkapur dengan tekstur mulai lempung hingga pasir. Dijumpai di daerah dengan musim basah dan kering yang nyata. Pada musim kemarau, pohon gufasa menggugurkan daunnya.

Kayu gufasa biasa dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi rumah, kapal dan perkakas rumah tangga seperti mangkok dan piring. Ekspor kayu dalam jumlah cukup besar berasal dari Sulawesi, Papua Nugini dan Pulau Solomon, terutama ke Jepang.





wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Gorontalo

Tanaman Endemik Provinsi Sulawesi Utara


Longusei (Ficus minahasae)



Jenis ini tergolong pohon yang berukuran sedang, tingginya sekitar 15 m. Percabangannya cukup banyak dan lebat, sehingga tampak rindang. Permukaan kulit batangnya halus dan kulit tersebut mudah terkelupas yang bila kering akar, tampak serat-seratnya yang halus. Daunnya kecil-kecil berbentuk bulat telur dengan ujung lancip. Perbungaannya muncul dari batangnya, sering dimulai dari dekat tanah sampai pada cabang-cabang utamanya. Perbungaan itu tersusun menjuntai ke bawah panjangnya bisa lebih dari 1 m. Bunga-bunganya membentuk bongkol, tampak seperti buahnya. Bunganya sebenarnya ada di dalam dan bisa tampak bila dipotong secara melintang. Setelah terjadi pembuahan bongkol itu berubah menjadi buah dan tidak akan gugur sampai buah tersebut masak. Di dalam buah tersebut terdapat bijinya yang kecil-kecil.

Penyebarannya di Sulawesi bagian Utara. Kepulauan Sangir dan Talaud. Penyebarannya tercatat sampai juga di Filipina dan Papua.

Langusei tumbuh di hutan campuran dataran rendah 50 - 700 m dpl. Pertumbuhannya cukup baik meskipun di tempat-tempat yang curah hujannya rendah seperti di beberapa tempat di daerah Gorontalo sebelah Barat. Tumbuh baik pada tanah-tanah yang kurus dan berkapur.

Perbanyakan dapat dilakukan dengan biji yang dikecambahkan, beberapa jenis dapat diperbanyak dengan setek.

Kulit kayunya memang mempunyai serat yang kuat, lembut dan halus dan merupakan bahan pakaian atau sandang.Daunnya dipakai dalam ramuan obat tradisional setempat dan buahnya sebagai campuran minuman tradisiohal. Kayunya banyak digunakan sebagai kayu bakar.





wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Sulawesi Utara

Tanaman Endemik Provinsi Kalimantan Timur


Anggrek hitam (Coelogyne pandurata)


Anggrek hitam (Coelogyne pandurata) adalah spesies anggrek yang hanya tumbuh di pulau Kalimantan. Anggrek hitam adalah maskot flora propinsi Kalimantan Timur. Saat ini, habitat asli anggrek hitam mengalami penurunan jumlah yang cukup besar karena semakin menyusutnya luas hutan di Kalimantan namun masih bisa ditemukan di cagar alam Kersik Luway dalam jumlah yang sedikit. Diperkirakan jumlah yang lebih banyak berada di tangan para kolektor anggrek.

Dinamakan anggrek hitam karena anggrek ini memiliki lidah (labellum) berwarna hitam dengan sedikit garis-garis berwarna hijau dan berbulu. Sepal dan petal berwarna hijau muda. Bunganya cukup harum semerbak dan biasa mekar pada bulan Maret hingga Juni.

Anggrek hitam termasuk dalam anggrek golongan simpodial dengan bentuk bulb membengkak pada bagian bawah dan daun terjulur di atasnya. Setiap bulb hanya memiliki dua lembar daun saja. Daunnya sendiri sekilas mirip seperti daun pada tunas kelapa muda.




wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Kalimantan Timur

Tanaman Endemik Provinsi Kalimantan Tengah


Tenggaring/Rambutan (Nephelium lappaceum)


Rambutan adalah tanaman tropis yang tergolong ke dalam suku lerak-lerakan atau Sapindaceae, berasal dari daerah kepulauan di Asia Tenggara. Kata "rambutan" berasal dari bentuk buahnya yang mempunyai kulit menyerupai rambut.

Rambutan banyak terdapat di daerah tropis seperti Afrika, Kamboja, Karibia , Amerika Tengah, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Sri Lanka.

Pohon hijau abadi, menyukai suhu tropika hangat (suhu rata-rata 25 derajat Celsius), tinggi dapat mencapai 8m namun biasanya tajuknya melebar hingga jari-jari 4m. Daun majemuk menyirip dengan anak daun 5 hingga 9, berbentuk bulat telur, dengan variasi tergantung umur, posisi pada pohon, dan ras lokal.

Pertumbuhan rambutan dipengaruhi oleh ketersediaan air. Setelah masa berbuah selesai, pohon rambutan akan bersemi (flushing) menghasilkan cabang dan daun baru. Tahap ini sangat jelas teramati dengan warna pohon yang hijau muda karena didominasi oleh daun muda. Pertumbuhan ini akan berhenti ketika ketersediaan air terbatas dan tumbuhan beristirahat tumbuh.

Tumbuhan ini menghasilkan bunga setelah 7 tahun jika ditanam dari biji, namun pada usia 2 tahun sudah dapat berbunga jika diperbanyak secara vegetatif. Rambutan biasanya berumah dua, tetapi bersifat androdioecious, ada tumbuhan jantan dan tumbuhan banci. Tumbuhan jantan tidak pernah bisa menghasilkan buah.

Pembungaan rambutan dipengaruhi oleh musim atau ketersediaan air. Masa kering tiga bulan menghentikan pertumbuhan vegetatif dan merangsang pembentukan bunga. Di daerah Sumatera bagian utara, yang tidak mengenal musim kemarau rambutan dapat menghasilkan buah dua kali dalam setahun. Di tempat lain, bunga muncul biasanya setelah masa kering 3 bulan (di Jawa dan Kalimantan biasanya pada bulan Oktober dan November).

Bunga majemuk, tersusun dalam karangan, dengan ukuran satuan bunga berdiameter 5mm atau bahkan lebih kecil. Bunga jantan tidak menghasilkan putik. Tumbuhan banci yang baru berbunga biasanya menghasilkan bunga jantan, baru kemudian diikuti dengan bunga dengan alat betina (putik). Bunga banci (hermafrodit) memiliki benang sari yang fungsional dan memiliki dua bakal buah, meskipun jika terjadi pembuahan hanya satu yang biasanya berkembang hingga matang, sementara yang lainnya tereduksi. Penyerbukan dilakukan oleh berbagai jenis lebah, namun yang paling sering hadir adalah Trigona, lebah kecil tanpa sengat berukuran sebesar lalat. Di berbagai apiari, bunga rambutan juga menjadi sumber utama nektar bagi lebah peliharaan.
Buah rambutan terbungkus oleh kulit yang memiliki "rambut" di bagian luarnya (eksokarp). Warnanya hijau ketika masih muda, lalu berangsur kuning hingga merah ketika masak/ranum. Endokarp berwarna putih, menutupi "daging". Bagian buah yang dimakan, "daging buah", sebenarnya adalah salut biji atau aril, yang bisa melekat kuat pada kulit terluar biji atau lepas ("rambutan ace"/ngelotok).

Pohon dengan buah masak sangat menarik perhatian karena biasanya rambutan sangat banyak menghasilkan buah. Jika pertumbuhan musiman, buah masak pada bulan Maret hingga Mei, dikenal sebagai "musim rambutan". Masanya biasanya bersamaan dengan buah musiman lain, seperti durian dan mangga.




wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Kalimantan Tengah

Tanaman Endemik Provinsi Kalimantan Selatan


Mangga Kasturi (Mangifera casturi)


Pohon mangga kasturi bisa mencapai tinggi 25 m dengan diameter batang ± 40 – 115 cm. Kulit kayu berwarna putih keabu-abuan sampai coklat terang, kadangkala terdapat retakan atau celah kecil ± 1 cm berupa kulit kayu mati dan mirip dengan Mangifera indica. Daun bertangkai, berbentuk lanset memanjang dengan ujung runcing dan pada kedua belah sisi tulang daun tengah terdapat 12 – 25 tulang daun samping. Daun muda menggantung lemas dan berwarna ungu tua.

Bunga majemuk berkelamin ganda dengan bentuk bunga rasemos dan kerapkali berambut rapat. Panjang tangkai bunga ± 28 cm dengan anak tangkai sangat pendek, yaitu 2 – 4 mm. Daun kelopak bulat telur memanjang dengan panjang 2 – 3 mm. Daun mahkota bulat telur memanjang dan bunga berbau harum. Benang sari sama panjang dengan mahkota, staminodia sangat pendek dan seperti benang sari yang tertancap pada tonjolan dasar bunga.

Buah berbentuk bulat sampai ellipsoid dengan berat kurang dari 80 gram, daging buah kuning atau oranye dan berserabut. Biji batu dengan dinding yang tebal. Mangga ini berbuah pada awal musim hujan atau sekitar bulan Januari.

Terdapat tiga varietas Mangifera casturi. Varietas mangga ini dikenal masyarakat Kalimantan Selatan dengan sebutan kasturi, cuban / kastuba dan asem pelipisan / palipisan.

Buah kasturi kenampakannya mirip dengan buah mangga tetapi berukuran kecil, berbentu bulat sampai ellipsoid dengan ukuran panjang 5 – 6 cm, lebar 4 – 5 cm dan berat ± 65,6 gram. Kulit buah tipis dengan warna hijau terang dengan bintik-bintik berwarna gelap dan apabila masak maka kulit buah berubah menjadi kehitaman. Daging buah berwarna oranye gelap, kandungan serat 1,06% dan memiliki rasa yang manis dan lezat. Sifat yang menonjol dari kasturi adalah aroma buah yang harum sehingga banyak disukai masyarakat Kalimantan Selatan.

Mangga cuban berbentuk bulat sampai ellipsoid dengan ukuran panjang 6 – 6,3 cm dan lebar 4,2 – 5,2 cm. Kulit buah berwarna merah mawar dan tidak berwarna hitam penuh bila telah masak. Daging buah berwarna oranye terang, mengandung serat dan tidak beraroma harum seperti buah kasturi.

Asem pelipisan atau palipisan memiliki kenampakan mirip dengan buah kasturi, tetapi tidak menimbulkan aroma harum. Buah berbentuk ellipsoid dengan panjang 6 – 7,2 cm, lebar 3 – 4,4 cam dan berat ± 66,26 gram Warna kulit buah hijau dengan bintik-bintik coklat dan jika telah masak berwarna hijau agak kehitaman serta memiliki banyak getah di bagian bekas batang. Daging buah berwarna kuning oranye dengan kandungan serat ± 1,89%.
Dari 31 jenis marga Mangifera yang ditemukan di Kalimantan, 3 jenis diantaranya bersifat endemik. Berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri No. 48 tahun 1989 tentang identitas flora masing-masing propinsi, tumbuhan Mangifera casturi ditetapkan menjadi identitas flora propinsi Kalimantan Selatan.

Mangga kasturi adalah tumbuhan endemik khas Kalimantan Selatan yang keberadaannya terancam punah. Populasi taksonnya cenderung berkurang, baik dalam segi jumlah individu, populasi maupun keanekaragaman genetisnya. Status kelangkaan buah ini dianalisis dengan menggunakan kategori dan kriteria tumbuhan langka menurut IUCN Red List Categories 30 November 1994.

Tim penilai dari World Conservation Monitoring Centre pada tahun 1998 menetapkan Mangifera casturi berada pada kategori punah in situ atauExtinct in the Wild = EW. Mangga ini diketahui hanya hidup dan tumbuh secara alami di kebun hutan dan atau kawasan konservasi lain, namun tidak ditemukan lagi di habitat asli.

Lokasi penyebaran populasi Mangifera casturi di Desa Mataraman Kecamatan Mataraman, Kabupaten Banjar terdapat di kebun campuran. Pada umumnya kebun campuran ini berisi tanaman padi diselingi pohon kasturi yang umurnya sudah lebih dari 50 tahun serta tidak sengaja ditanam oleh penduduk setempat. Kebun ini kebanyakan berada di pekarangan rumah dengan pola tanam tidak teratur. Akan tetapi, data kelimpahan spesies ini tidak diketahui secara pasti.

Kasturi mulai dipanen pada awal musim hujan dan melimpah pada bulan Januari. Selain itu, tanaman buah lain seperti pisang dan rambutan juga mulai dipanen. Karena umur pohon kasturi banyak yang lebih dari 50 tahun, maka produktivitasnya semakin menurun. Oleh karena itu, pada tahun 1980 masyarakat Desa Mataraman mencoba belajar membuat pembibitan buah kasturi.




wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Kalimantan Selatan

Tanaman Endemik Provinsi Kalimantan Barat


Tengkawang tungkul (Shorea stenoptera)


Tinggi pohon Tengkawang Tungkul dapat mencapai 30 m dengan garis tengah sekitar 60 cm. Batang tegak, lurus, tidak berbanir. Permukaan batang berwarna abu-abu serta berbercak-bercak. Warna pepagan coklat muda. Tajuk lebat. Daun tunggal, tebal, kaku, besar, bulat panjang. Per-bungaan bentuk mulai terdapat di ujung ranting atau di ketiak daun. Buahnya bundar telur, berbulu tebal, bersayap 5 (3 sayap besar, 2 sayap kecil).

Tengkawang Tungkul/Meranti Merah yaitu pohon yang nampak tumbuh subur di daerah hutan primer tanah rendah Kalimantan Barat dan Serawak. Di daerah tersebut tanahnya berpasir serta drainasenya kurang baik atau tumbuh juga di tanah aluvial. Perbanyakan dapat dilakukan dengan biji, dengan waktu tunggu dari biji ditanam sampai dapat dipetik hasilnya kira-kira berjalan antara 8 - 10 tahun.

Ditinjau dari segi kayunya, Tengkawang Tungkul dikenal dengan sebutan Meranti Merah yang kayunya ringan dengan berat jenis 0,49, kelas kekuatan III dan kelas keawetan IV Pemanfaatan kayu ini umumnya untuk konstruksi ringan, yaitu kayu lapis, perabot rumah tangga (kursi, meja dan sebagainya), dinding rumah dan bahan kertas.




wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Kalimantan Barat

Tanaman Endemik Provinsi Jawa Timur


Sedap malam (Polyanthes tuberosa)

Sedap malam (Polianthes tuberosa, bahasa Melayu: sundal malam) adalah tumbuhan hijau abadi dari suku Agavaceae. Minyak dari bunga ini digunakan dalam pembuatan parfum. Nama tuberosa menunjukkan bahwa tumbuhan ini memiliki umbi (tuber). Saat ini dikenal sekitar 12 spesies dari genus Polianthes.


Bunga sedap malam biasa mekar di malam hari. Tanaman ini diperkirakan berasal dari Meksiko. Bangsa Astek mengenalnya dengan nama omixochitl, "bunga tulang".

Nama bunga ini di India bagian timur adalah ratkirani, yang berarti "ratu malam". Di Singapura bunga ini dinamakan xinxiao, yang berarti "tempat ngengat hinggap". Di Persia, bunga ini disebut maryam, yang merupakan nama umum bagi anak perempuan. Bunga ini juga digunakan di Hawaii untuk pengantin dan dahulu di zaman Viktoria digunakan sebagai bunga kuburan. Harum bunga ini digambarkan sebagai kompleks, eksotis, manis, dan khas bunga.

Tanaman ini tumbuh hingga 45 cm dan menghasilkan rumpun bunga putih. Daunnya panjang dan berwarna hijau muda yang mengumpul di pangkal batangnya.

Genus tanaman ini masih berkerabat dekat dengan Manfreda.




wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Jawa Timur

Tanaman Endemik Provinsi Jawa Tengah


Kantil (Michelia alba)

Bunga Kantil merupakan bunga yang mempunyai nilai tradisi bagi masyarakat Jawa, terutama di Jawa Tengah. Pemanfaatan Bunga Kantil pada upacara perkawinan (hiasan sanggul dan keris) dan pada upacara kematian dan tabur bunga (nyekar). Kantil dalam bahasa Jawa berarti menggantung seperti halnya bunga ini. Bunga Kantil mempunyai makna ritual yaitu 'kemantilkantil' artinya selalu ingat dimanapun berada atau tetap mempunyai hubungan yang erat walaupun alamnya sudah berbeda. Keadaan inilah yang menjadikan kebangga-an serta kecintaan masyarakat Jawa Tengah terhadap Bunga Kantil, sehingga Bunga Kantil banyak tertuang pada karya seni masyarakat Jawa Tengah dalam ukiran, lukisan, batik dan sebagainya.


Tinggi pohon Kantil mencapai 25 m, bekas daun penumpu pada tangkai daun panjangnya lebih dari setengah tangkai daun. Bunga berdiri sendiri, berwarna putih, sangat harum bau­nya. Perhiasan bunga panjangnya 3 - 5 cm yang terdalam lebih sempit dan lebih runcing dari pada yang ter­luar. Pada dasar bunga yang berben­tuk tiang, bakal buah dan benang sa­ri jelas dipisahkan oleh suatu ruang. 

Pohon Kantil dapat tumbuh sampai ketinggian 1.600 m dpl. Penyebaran tumbuhan ini dari Asia ttopika sam­pai ke pulau-pulau di Pasifik. Berbunga sepanjang tahun. Hampir tidak pernah terbentuk buah dan biji.




wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Jawa Tengah

Tanaman Endemik Provinsi Jawa Barat


Gandaria (Bouea macrophylla)

Gandaria (Bouea macrophylla Griffith)atau nama lokal lainnya jatake adalah tanaman yang berasal dari kepulauan Indonesia dan Malaysia. Tanaman ini tumbuh di daerah tropis, dan banyak dibudidayakan di Sumatera dan Thailand.


Gandaria dimanfaatkan buah, daun, dan batangnya. Buah gandaria berwarna hijau saat masih muda, dan sering dikonsumsi sebagai rujak atau campuran sambal gandaria. Buah gandaria yang matang berwarna kuning, memiliki rasa kecut-manis dan dapat dimakan langsung. Daunnya digunakan sebagai lalap. Batang gandaria dapat digunakan sebagai papan.


Tanaman berupa pohon dengan ketinggian hingga 27 m dengan tajuk rapat. Daunnya tunggal, berbentuk bundar telur-lonjong sampai bentuk lanset atau jorong. Waktu muda berwarna putih, kemudia berangsur ungu tua, lalu menjadi hijau tua. Perbungaannya malai, muncul di ketiak daun, Buahnya bertipe buah batu, berbentuk agak bulat, berdiameter 2,5-5 cm, berwarna kuning sampai jingga, daging buahnya mengeluarkan cairan kental; buahnya tidak berbulu, rasanya asam sampai manis, dengan bau yang khas agak mendekati bau terpentin. Keping biji berwarna lembayung.

Gandaria adalah tumbuhan tropik basah dan dapat tumbuh pada tanah yang ringan dan subur. Tumbuh liar di hutan dataran rendah di bawah 300 m dpl., tetapi dalam pembudidayaan telah berhasil ditanam pada ketinggian sekitar 850 m dpl.




wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Jawa Barat

Tanaman Endemik Provinsi DKI Jakarta


Salak condet (Salacca edulis)

Salak adalah sejenis palma dengan buah yang biasa dimakan. Ia dikenal juga sebagai sala. Dalam bahasa Inggris disebut salak atau snake fruit, sementara nama ilmiahnya adalah Salacca zalacca. Buah ini disebut snake fruit karena kulitnya mirip dengan sisik ular.


Palma berbentuk perdu atau hampir tidak berbatang, berduri banyak, melata dan beranak banyak, tumbuh menjadi rumpun yang rapat dan kuat. Batang menjalar di bawah atau di atas tanah, membentuk rimpang, sering bercabang, diameter 10-15 cm.

Daun majemuk menyirip, panjang 3-7 m; tangkai daun, pelepah dan anak daun berduri panjang, tipis dan banyak, warna duri kelabu sampai kehitaman. Anak daun berbentuk lanset dengan ujung meruncing, berukuran sampai 8 x 85 cm, sisi bawah keputihan oleh lapisan lilin.

Kebanyakan berumah dua (dioesis), karangan bunga terletak dalam tongkol majemuk yang muncul di ketiak daun, bertangkai, mula-mula tertutup oleh seludang, yang belakangan mengering dan mengurai menjadi serupa serabut. Tongkol bunga jantan 50-100 cm panjangnya, terdiri atas 4-12 bulir silindris yang masing-masing panjangnya antara 7-15 cm, dengan banyak bunga kemerahan terletak di ketiak sisik-sisik yang tersusun rapat. Tongkol bunga betina 20-30 cm, bertangkai panjang, terdiri atas 1-3 bulir yang panjangnya mencapai 10 cm.

Buah tipe buah batu berbentuk segitiga agak bulat atau bulat telur terbalik, runcing di pangkalnya dan membulat di ujungnya, panjang 2,5-10 cm, terbungkus oleh sisik-sisik berwarna kuning coklat sampai coklat merah mengkilap yang tersusun seperti genting, dengan banyak duri kecil yang mudah putus di ujung masing-masing sisik. Dinding buah tengah (sarkotesta) tebal berdaging, kuning krem sampai keputihan; berasa manis, masam, atau sepat. Biji 1-3 butir, coklat hingga kehitaman, keras, 2-3 cm panjangnya.

Dalam dunia Botani telah mencatat bahwa Tanaman Salak yang tumbuh di tanah Condet identik dengan daerah Condet itu sendiri, ini merupakan bentuk legitimasi masyarakat terhadap tanaman tersebut. Pada masa kejayaannya, Tanah Condet telah menjadi kerajaan duni Botani yang begitu banyak menyediakan ribuan jenis Tanaman Buah berkualitas tinggi dan ribuan jenis Fauna,dari keluarga Carnivora, Herbivora maupun Omnivora.

Boleh dikatakan saat itu Condet merupakan Belantara Hutan ditanah Jakarta, dan Cukup beralasan bila pada tahun 1975 Pemerintah KDKI Jakarta memberikan Status Khusus sebagai daerah yang dilindungi (Cagar Budaya Condet). Salak Condet, merupakan tanaman asli daerah Condet, tidak ada yang tahu sejak kapan tanaman ini ada di Condet. Tanaman Salak Condet paling sedikit terdapat 15 jenis (Varietas).




wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi DKI Jakarta

Tanaman Endemik Provinsi Banten

Kokoleceran (Vatica bantamensis)

Kokoleceran merupakan pohon yang mampu mencapai tinggi hingga 30 m. Pada bagian batang yang muda memiliki bulu-bulu halus dan lebat. Daun Kokoleceran menjorong atau melanset, dengan tangkai daun yang panjangnya mencapai 2.2 cm. Perbungaannya malai dan terdapat di ujung daun atau di ketiak daun. Bunga kokoleceran panjangnya mencapai 7 cm. Buah tanaman endemik ini agak bulat dan mempunyai tangkai yang pendek sekitar 5 mm panjangnya. Pada buahnya terdapat biji yang berdiameter mencapai 1 cm.


Pohon Kokoleceran (Vatica bantamensis) merupakan tanaman endemik yang hanya terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon. Cara perkembangbiakan pohon misterius ini adalah dengan biji. Tanaman ini berkerabat dekat dengan Resak Hiru (Vatica rassak) Yang batangnya banyak dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan pembuatan kapal.

Populasi tumbuhan yang menjadi flora identitas provinsi Banten ini sampai sekarang masih misterius dan tidak diketahui dengan pasti. Yang pasti IUCN Redlist memasukkan Kokoleceran (Vatica bantamensis) dalam status konservasi “Terancam” (EN; Endangered).
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Banten

Tanaman Endemik Provinsi Lampung

Bunga ashar (Mirabilis jalapa)

Bunga Ashar mekar pada sore hari, dan bunga ini dipergunakan sebagai pertanda telah masuknya waktu Shalat Ashar bagi masyarakat yang beragama Islam pada jaman dahulu. Bunga ini disenangi oleh masyarakat Lampung semenjak Agama Islam masuk ke daerah Lampung sekitar abad ke IV. Oleh karena bunga tersebut berkaitan dengan petunjuk waktu sholat, maka penduduk desa di jaman dahulu banyak menanam bunga tersebut di pekarangan rumah atau di depan pondok (Surau) dan kebiasaan ini sampai sekarang masih banyak kita temui di pelosok/di desa-desa masyarakat Lampung. Bijinya yang berdaging (lembaga) berwarna putih pada jaman dahulu digunakan untuk bahan bedak.


Bunga Ashar merupakan tanaman hias, pada umur 3 bulan tanaman ini baru mulai berbunga. Bunganya seperti terompet kecil, warna bunga tergantung jenisnya, ada yang merah, putih, kuning, bahkan kadang­kadang dalam satu pohon terdapat warna campuran. Batangnya tebal dan tegak tidak berbulu dan banyak bercabang-cabang. Daunnya berbentuk seperti gambar hati berujung runcing dan panjangnya 3 – 15 cm. lebarnya 2 – 9 cm. Bijinya bulat berkerut, jika sudah masak berukuran 8 mm. Pada waktu muda bijinya berwarna hijau, kemudian berubah menjadi hitam kehitaman. Akhirnya pada saat matang bewarna hitam sepenuhnya. Tanaman ini biasanya tumbuh liar tidak terpelihara.

Bunga Ashar merupakan tanaman tropis, dapat tumbuh sampai ketinggian 1.200 m di atas permukaan laut. Suhu yang dikehendaki berkisar antara 26 – 30ยบ C, meskipun suhu lingkungan sejuk, namun demikian juga membutuhkan sinar matahari yang cukup. Tanah yang dikehendaki untuk pertumbuhan Bunga Pukul Empat adalah tanah yang gembur, subur, dengan pH tanah 6 – 7. Bunga Ashar atau Bunga Pukul Empat berbunga sepanjang tahun.




wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Lampung

Tanaman Endemik Provinsi Bengkulu


Suweg Raksasa (Amorphophallus titanum)

Bunga bangkai atau suweg raksasa atau batang krebuit (nama lokal untuk fase vegetatif), Amorphophallus titanum, merupakan tumbuhan dari suku talas-talasan (Araceae) endemik dari Sumatera, Indonesia, yang dikenal sebagai tumbuhan dengan bunga (majemuk) terbesar di dunia, meskipun catatan menyebutkan bahwa kerabatnya, A. gigas (juga endemik dari Sumatera) dapat menghasilkan bunga setinggi 5m. Namanya berasal dari bunganya yang mengeluarkan bau seperti bangkai yang membusuk, yang dimaksudkan sebenarnya untuk mengundang kumbang dan lalat penyerbuk bagi bunganya. Banyak orang sering salah mengira dan tidak bisa membedakan bunga bangkai dengan "Rafflesia arnoldii" mungkin karena orang sudah mengenal bahwa Rafflesia sebagai bunga terbesar dan kemudian menjadi bias dengan ukuran bunga bangkai yang juga besar.


Tumbuhan ini memiliki dua fase dalam kehidupannya yang muncul secara bergantian, fase vegetatif dan fase generatif. Pada fase vegetatif muncul daun dan batang semunya. Tingginya dapat mencapai 6m. Setelah beberapa waktu (tahun), organ vegetatif ini layu dan umbinya dorman. Apabila cadangan makanan di umbi mencukupi dan lingkungan mendukung, bunga majemuknya akan muncul. Apabila cadangan makanan kurang tumbuh kembali daunnya.

Bunganya sangat besar dan tinggi, berbentuk seperti lingga (sebenarnya adalah tongkol atau spadix) yang dikelilingi oleh seludang bunga yang juga berukuran besar. Bunganya berumah satu dan protogini: bunga betina reseptif terlebih dahulu, lalu diikuti masaknya bunga jantan, sebagai mekanisme untuk mencegah penyerbukan sendiri. Hingga tahun 2005, rekor bunga tertinggi di penangkaran dipegang oleh Kebun Raya Bonn, Jerman yang menghasilkan bunga setinggi 2,74m pada tahun 2003. Pada tanggal 20 Oktober 2005, mekar bunga dengan ketinggian 2,91m di Kebun Botani dan Hewan Wilhelma, Stuttgart, juga di Jerman. Namun demikian, Kebun Raya Cibodas, Indonesia mengklaim bahwa bunga yang mekar di sana mencapai ketinggian 3,17m pada dini hari tanggal 11 Maret 2004. Bunga mekar untuk waktu sekitar seminggu, kemudian layu. Apabila pembuahan terjadi, akan terbentuk buah-buah berwarna merah dengan biji di pada bagian bekas pangkal bunga. biji-biji ini dapat ditanam. Setelah bunga masak, seluruh bagian generatif layu. Pada saat itu umbi mengempis dan dorman. Apabila mendapat cukup air, akan tumbuh tunas daun dan dimulailah fase vegetatif kembali. Karena keunikan bunga ini, bunga ini sering diperjualbelikan oleh manusia, itulah faktor utama bunga ini langka.




wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Bengkulu

Tanaman Endemik Provinsi Sumatera Selatan


Duku (Lansium domesticum)

Duku adalah nama umum dari sejenis buah-buahan anggota suku Meliaceae. Tanaman yang berasal dari Asia Tenggara sebelah barat ini dikenal pula dengan nama-nama yang lain seperti langsat, kokosan, pisitan, celoring dan lain-lain dengan pelbagai variasinya. Nama-nama yang beraneka ragam ini sekaligus menunjukkan adanya aneka kultivar yang tercermin dari bentuk buah dan pohon yang berbeda-beda.

Duku adalah tumbuhan identitas untuk Provinsi Sumatera Selatan.

Pohon yang berukuran sedang, dengan tinggi mencapai 30 m dan gemang hingga 75 cm. Batang biasanya beralur-alur dalam tak teratur, dengan banir (akar papan) yang pipih menonjol di atas tanah. Pepagan (kulit kayu) berwarna kelabu berbintik-bintik gelap dan jingga, mengandung getah kental berwarna susu yang lengket (resin).


Daun majemuk menyirip ganjil, gundul atau berbulu halus, dengan 6–9 anak daun yang tersusun berseling, anak daun jorong (eliptis) sampai lonjong, 9-21 cm × 5-10 cm, mengkilap di sisi atas, seperti jangat, dengan pangkal runcing dan ujung meluncip (meruncing) pendek, anak daun bertangkai 5–12 mm.

Bunga terletak dalam tandan yang muncul pada batang atau cabang yang besar, menggantung, sendiri atau dalam berkas 2–5 tandan atau lebih, kerap bercabang pada pangkalnya, 10–30 cm panjangnya, berambut. Bunga-bunga berukuran kecil, duduk atau bertangkai pendek, menyendiri, berkelamin dua. Kelopak berbentuk cawan bercuping-5, berdaging, kuning kehijauan. Mahkota bundar telur, tegak, berdaging, 2-3 mm × 4-5 mm, putih hingga kuning pucat. Benang sari satu berkas, tabungnya mencapai 2 mm, kepala-kepala sari dalam satu lingkaran. Putiknya tebal dan pendek.

Buah buni yang berbentuk jorong, bulat atau bulat memanjang, 2-4(-7) cm × 1,5-5 cm, dengan bulu halus kekuning-kuningan dan daun kelopak yang tidak rontok. Kulit (dinding) buah tipis hingga tebal (kira-kira 6 mm). Berbiji 1–3, pipih, hijau, berasa pahit; biji terbungkus oleh salut biji (arilus) yang putih bening dan tebal, berair, manis hingga masam. Kultivar-kultivar yang unggul memiliki biji yang kecil atau tidak berkembang (rudimenter), namun arilusnya tumbuh baik dan tebal, manis.

Perbanyakan duku yang dilakukan menggunakan biji mengakibatkan lambannya tanaman dalam menghasilkan buah. Tanaman baru berbunga pada umur 10 sampai 15 tahun. Perkecambahan tumbuhan ini memiliki perilaku poliembrioni (satu biji menghasilkan banyak embrio atau semai): satu embrio hasil pembuahan, dan sisanya embrio apomiktik. Embrio apomiktik berkembang dari jaringan pohon induk sehingga keturunannya memiliki karakter yang serupa dengan induknya. Biji bersifat rekalsitran, penyimpanan lebih daripada tujuh hari akan menyebabkan kemunduran daya kecambah yang cepat.

Perbanyakan vegetatif dilakukan dengan pencangkokan dan sambung pucuk.




wikipedia.org
Baca Selengkapnya →Tanaman Endemik Provinsi Sumatera Selatan